Senin, 03 Januari 2011

"Hidup itu bagaimana kita berani menghadapi resiko”, itulah wejangan dari seorang renta yang mungkin sekarang sangat bangga dengan keadaan anaknya, dialah ibu saya. Berbicara mengenai keberanian berarti mengesampingkan rasa takut, takut menghadapi keadaan, takut bermimpi, bahkan takut kalau sebenarnya kita benar-benar hidup.

Dalam persepsi saya berani bukan semata-mata nekat, akan tetapi berani adalah sikap yang kita ambil ketika kita tahu resiko apa yang akan kita hadapi. Sama halnya dengan pencapaian hidup yang telah saya jalani beberapa tahun terakhir ini.

tiga tahun yang lalu saya didaulat untuk menghadapi sebuah keputusan yang benar-benar membutuhkan keberanian. Saat itu, ketika rasa takut masih menutupi pemikiran, saya harus mengambil keputusan untuk melanjutkan study tanpa dukungan finansial yg cukup dari orang tua atau tetap menetap di rumah, membantu orang tua bekerja, dan menjadi manusia biasa yang akan menjalani hidup dengan penuh kebiasaan.

Ketika itu di dalam sesaat saya berfikir, apa jadinya kalau saya tidak berani memutus rantai ketakutan yang masih melingkar di pemikiran keluarga saya. Akhirnya saya putuskan untuk berfikir di luar kotak, saya harus melanjutkan study ke jenjang yang lebih tinggi. Bismillah saya beranikan diri minta restu oran tua, saya berjanji kepada orang tua kalau saya akan menjadi manusia yang patut mereka banggakan, walaupun saat itu saya tidak punya uang untuk sekedar membeli ongkos naik bus kelas ekonomi saja. Lagi-lagi dengan keyakinan dan keberanian saya berangkat ke Jogjakarta dengan menumpang truk yang mengangkut garam.

Tuhan ternyata tidak menyediakan makan siang gratis, Tuhan perlu tahu keberanian kita untuk mencari makan, cukup logis dan sedikit filosofis. Saat ini, saat saya menuruti keberanian untuk memutus rantai ketakutan, saya bisa melanjutkan study di universitas yang sangat terkenal di Indonesia, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta atau UGM sapaan akrabnya.

Kabar baiknya saya bisa belajar disini, di UGM, dengan tanpa mengeluarkan uang serupiahpun karena saya mendapatkan beasiswa full study selama delapan semester. Sebuah pencapaian yang cukup membanggakan untuk saat ini. Namun dibalik kebahagian ini saya harus rela tinggal di mushola selama satu tahun dan jalan kaki 4 km tiap harinya untuk sampai di kampus.

Hidup tidak untuk disesali, akan tetapi untuk dihadapi. Pencapaian-pencapaian luar biasa dalam perjalanan hidup mulai terlihat. Belum genap satu semester belajar di UGM saya berhasil menyabet juara I (satu) Agroindustrial Bussiness Plan Competition tingkat nasional yang diadakan oleh Institut Pertanian Bogor. Selang dua bulan, tepatnya bulan Februari 2009 saya berhasil menjadi juara kedua Challanges on Developing Entrepreneurship, sebuah kompetisi merancang sebuah usaha tingkat Jateng-DIY.

Di bulan yang sama, DIKTI memberikan dana hibah penelitian dan kewirausahaan untuk dikembangkan menjadi sebuah usaha. Lima bulan kemudian saya berhasil menjadi bagian 50 mahasiswa yang terpilih untuk mengikuti i-STEP (intensive-Student Technopreneur Program) 2009 yaitu pelatihan technopreneur selama setengah bulan yang diadakan oleh The Lemelson Foundatiaon dari Amerika Serikat kerjasama dgn IPB. Belum berhenti disini, sebulan kemudian, saya berhasil menjadi juara satu LITM (Lomba Inovasi Teknologi Mahasiswa) yang di adakan oleh Kementerian Pendidikan,Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia. Ditambah lagi, dua bulan yang lalu saya menjadi juara satu Bussiness Plan Competition dalam rangka Agritech Fair 2010.

Ternyata Allah masih punya sederet rencana indah untuk saya. Awal2 bulan februari saya berhasil mencoret salah satu daftar impian dlm dream book saya, krn saya berhasil berbincang langsung dgn Bapak Menteri Koperasi dan Bapak Menteri Kelautan Republik Indonesia, sungguh sangat tak terfikir sebelumnya.

Perjalanan belum berhenti disini, Juli 2010 saya bersama tim alhamdulillah bisa lolos PIMNAS 2010, kebetulan acara ini di adakan di Universitas Mahasaraswati Bali, satu pulau yg blm pernah sy kunjungi sebelumnya. kami, sy dgn tim berjuang habis-habisan dan hasilnya pun cukup memuaskan, kami berhasil meraih Medali Perunggu. malam itu, saya naik panggung kehormatan, disematkanlah medali perunggu di leher, piala berhasil terdekap ke pelukan dan malam itu jg saya berhail berjabat dgn Dirjen DIKTI bersama juara2 lain diatas panggung dan disaksikan ribuan pasang mata. sebulan setelah ini, saya mendapat anugrah gelar Masiswa berprestasi UGM 2010 bidang kewirausahaan, lagi2 syahadah kehormatan di berikan langsung oleh Prof. Sudjarwadi, Rektor UGM subhanallah...

Seiring berjalannya masa saya sadar bahwa langkah-langkah ini sudah cukup jauh, banyak hal yang telah saya lakukan. Menilik latar belakang kehidupan sebelumnya, sungguh tidak mempunyai gambaran untuk menjadi seperti ini. Semua seperti serangkaian rahasia Tuhan yang disiapkan agar saya berani memecahkannya.

Dulu, saya yang hanya bisa menjejali pemikiran orang tua, sekarang bisa membuat mereka tersenyum. Kalaupun senyuman mereka bukan karena finansial yang saya miliki, minimal mereka tersenyum karena saya, anak mereka, berani berfikir di luar kotak, berani memutus rantai ketakutan dalam keluarga, dan yang paling penting dari sedikit perjalanan hidup saya ini adalah bisa menjalankan wejangan wanita yang telah melahirkan saya,”Hidup itu bagaimana kita berani menghadapi resiko”.



klebengan, akhir tahun, 30 des 2010



aku, kang Mishbah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar